breaking news:
attentions!
Blog Archives
December 4, 2008
Print this Article
By: Baiq Wardhani
Di tengah berlangsungnya pertemuan puncak 8 negara industri maju (G-8 summit) di Gleneagles Hotel, Perthshire (Skotlandia), dunia kembali dikejutkan dengan meledaknya bom di enam tempat yang berbeda di London yang menewaskan sedikitnya 52 orang dan ratusan korban lainnya terluka. Peristiwa ini oleh banyak orang, termasuk yang diperkirakan oleh PM Inggris, Tony Blair dan Presiden AS George Bush, merupakan serangkaian kejadian terror yang dilakukan oleh kelompok Al-Qaeda. Mungkinkah aksi tersebut dilakukan oleh IRA (Irish Republican Army) yang menuntut kemerdekaan dari Inggris yang dalam praktek-prakteknya menggunakan terorisme sebagai cara mengubah pendirian pemerintah Inggris?
Secara teori, IRA sudah dinyatakan tak aktif lagi oleh pemerintah Inggris, setidaknya mulai tahun 2000. Dengan dinon-akifkan statusnya sebagai teroris, apakah dengan demikian IRA tidak lagi diperhitungkan sebagai salah satu pelaku pemboman di
Organisasi-organisasi terorisme telah menjadi salah satu aktor rational dan internasional yang pengaruhnya sangat besar saat ini. Kelompok ini membangun strategi tertentu untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan kekerasan (violence). Terorisme, terutama semenjak perisitwa 9/11 seperti menjadi kata kunci untuk memahami keamanan dan perdamaian dunia. Terorisme yang dikendalikan oleh fanatisme agama saat ini merupakan salah ancaman politik terbesar disamping ancaman-ancaman keamanan yang lain seperti kelaparan dan kemiskinan, AIDS dan pemanasan global.
Globalisasi
Secara umum globalisasi menggambarkan proses perubahan pada masyarakat dan ekonomi dunia akibat meningkatnya arus perdagangan dan perubahan kultural secara dramatis. Menurut Thomas Friedman (2002), globalisasi didefinisikan sebagai :
“ the integration of markets, finance, and technology in a way that shrinks the world from a size medium to a size small. Globalization enables each of us, wherever we live, to reach around the world farther, faster, deeper, and cheaper than ever before and at the same time allows the world to reach into each of us farther, faster, deeper, and cheaper than ever before.”
Di bidang ekonomi, globalisasi justru membawa dampak pada meluasnya kesejangan ekonomi antara negara kaya dengan negara miskin. Tidak mengherankan jika globalisasi sering diibaratkan sebagai pedang bermata dua: membawa kemakmuran sekaligus kemiskinan. Akibat derasnya arus globalisasi, kini banyak muncul organisasi-organisasi anti-globalisasi yang bertujuan menghentikan, memperlambat atau merombak globalisasi semacam Anti-Capitalist Protest, CorpWatch dan Anti-Thomas Friedman (Friedman dianggap sebagai pendukung utama serangan Presiden Bush ke
Dalam konteks terorisme sebagai fenomena dewasa ini, globalisasi seringkali dituduh sebagai penyebab terorisme. Mengapa para teroris anti globalisasi? Menurut mereka, sejalan dengan pandangan kaum anti-globalist lainnya, globalisasi merupakan bentuk imperialisme baru yang menjadi penyebab kemiskinan, pengangguran, diskriminasi, ketertindasan, alienasi, dan segala bentuk ketidakberdayaan kelompok lemah akibat terkonsentrasinya power pada segelintir manusia kuat.
Sekalipun globalisasi telah membawa kemakmuran pada sebagian orang, di belahan dunia yang lain globalisasi justru menampakkan sisi gelapnya, antara lain dengan beberapa fakta berikut: lebih dari setengah dari populasi dunia (sekitar 3 milyar manusia) masih hidup di bawah garis kemiskinan dan berpenghasilan hanya sekitar 2 dollar AS sehari; GDP 48 negara termiskin masih jauh di bawah kekayaan gabungan tiga negara terkaya di dunia; jumlah uang yang dihabiskan negara kaya untuk memproduksi senjata (yang kemudian dibeli oleh negara miskin) jauh lebih banyak daripada jumlah yang dikeluarkan untuk biaya pendidikan dasar; sekitar 850 juta manusia di dunia masih terjangkit wabah kelaparan; lebih dari semilyar anak-anak di dunai masih hidup dalam kesengsaraan: sekitar 640 juta tidak memiliki tempat tinggal, 400 juta tidak memiliki akses menikmati air bersih, 270 juta tidak menikmati akses kesehatan, 10,6 juta meninggal pada usia balita; menyebarnya AIDS dengan cepat di berbagai belahan dunia, terutama di Afrika menambah kesulitan hidup si miskin. (Kamran Mofi, 2005) Globalisasi ternyata tidak memenuhi janjinya untuk memberikan perbaikan hidup untik sebagian besar penduduk dunia.
KTT G-8
Jika teror di
Negara-negara G-8 merupakan kelompok yang paling ambisius mencanangkan perang melawan terorisme. Fakta yang menatik, bahwa perang melawan terorisme pada dasarnya dalah perang melawan globalisasi. Dengan kata lain, terorisme adalah cara untuk menghentikan globalisasi. Sementara kelompok G-8 bermaksud membantu menyelesaikan kemiskinan di Afrika, kelompok anti globalisasi, termasuk kelompok teroris, melihat kenyataan bahwa perang di ujung dunia yang lain masih terus berlangsung. Globalisasi, dengan demikian, berjalan bergandengan tangan dengan militerisasi. Globalisasi telah menciptakan keresahan, ketidakamanan dan meningkatkanya konflik dan menyulut ke arah perang yang mendorong tumbuh suburnya industri militer dan persenjataan mutakhir.
Mungkin benar bahwa terorisme tidak mungkin diatasi dalam waktu sekejap dan karenanya perlu kesabaran, waktu dan dana yang tidak sedikit. Namun yang menjadi masalah selama ini adalah ketidakmampuan para pengambil keputusan untuk melihat masalah terorisme dari perspektif komprehensif. Ibarat mengobati penyakit, terorisme hanya diobati gejalanya saja tanpa diatasi akar masalahnya.. Namun setidaknya bisa ditemukan cara untuk mengurangi ketidakpuasan akibat ketidakadilan tersebut, bahwa globalisasi mesti juga harus mengindahkan etika dan keadilan.
0 Responses to Terorisme, Globalisasi, dan KTT G-8: